Pokok Bahasan : Penganggaran Sektor Publik
Sub Pokok Bahasan :
A. PENGERTIAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
B. FUNGSI ANGGARAN
C. PENGARUH DAN TUJUAN ANGGARAN
D. KARAKTERISTIK ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
E. JENIS-JENIS ANGGARAN
F. PRINSIP ANGGARAN
G. PENDEKATAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
H. EVALUASI ANGGARAN
Penganggaran
berasal dari kata dasar anggaran. Ada banyak pengertian tentang anggaran itu
sendiri. Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang anggaran:
- Menurut Lee, Jr dan Johnson (1998) menyatakan Anggaran merupakan suatu dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan organisasi yang mencakup informasi keuangan, belanja, aktivitas, serta tujuan organisasi.
- Menurut Mardiasmo (2005) menyatakan anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial.
- Menurut Freeman dan Shoulders (2003) menyatakan anggaran sebagai rencana kerja dalam suatu periode yang telah ditetapkan dalam satuan mata uang.
- Pengertian lainnya, Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter.
Sedangkan pengertian penganggaran
v
Menurut
Freeman dan Shoulders (2003) menyatakan penggangaran merupakan suatu proses
pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya
tidak terbatas (unlimited demands).
v Menurut Madiasmo (2005) menyatakan penggaran merupakan
proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.
v Menurut Wahyoe
Noegroho pada artikelnya, penganggaran adalah proses
atau metode untuk menyiapkan anggaran.
A. PENGERTIAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran dapat
diinterprestasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan
pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.
Dalam organisasi sektor publik anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas
pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-pnogram yang dibiayai dengan
uang publik. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan aktivitas
yang penting karena berkaitan dengan proses penentuan alokasi dana untuk setiap
program maupun aktivitas.
Tiga aspek yang harus tercakup dalam anggaran
sektor publik meliputi aspek perencanaan, aspek pengendalian dan aspek
akuntabilitas publik. Secara rinci, anggaran sektor publik berisi tentang
besarnya belanja yang harus dikeluarkan untuk membiayai program dan aktivitas
yang direncanakan serta cara untuk mendapatkan dana untuk membiayai program dan
aktivitas tersebut.Di dalam tampilannya, anggaran selalu menyertakan data penerimaan
dan pengeluaran yang terjadi di masa lalu. Kebanyakan organisasi sektor publik
melakukan pembedaan krusial antara tambahan modal dan penerimaan, serta
tambahan pendapatan dan pengeluaran. Dampaknya adalah pemisahan penyusunan
anggaran tahunan dari anggaran modal tahunan. Jenis anggaran sektor publik
adalah:
a)
Anggaran
Negara dan Daerah APBN/APBD (Budget of state).
b)
Rencana
Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP), yaitu anggaran usaha setiap BUMN/BUMD
serta badan hukum publik atau gabungan publik-swasta.
Menurut National Committee on Governmental
Accounting (NCGA) yang saat ini telah menjadi Govermental Accounting Standards
Board (GASB), definisi anggaran (Budget)
adalah rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang
diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam
periode waktu tertentu.
Proses penyusunan
anggaran sektor publik umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih
tinggi. Sejalan dengan pemberlakuan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi UU No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, lahirlah tiga paket
perundang-undangan, yaitu UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, yang telah membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya Perencanaan dan Anggaran Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Pusat.
B. FUNGSI
ANGGARAN
Anggaran berfungsi sebagai berikut:
1.
Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)
Anggaran sektor publik dibuat untuk merencakan tindakan apa yang akan
dilakukan oleh pemerintah, berupa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang
diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.Anggaran sebagai alat perencanaan
digunakan untuk:
- merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan,
- merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya,
- mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun,
- menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapian strategi.
2.
Anggaran
Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)
Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas
pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan dapat dipertanggungjawabkan
kepada public, atau sebagai instrument yang dapat mengendalikan terjadinya
pemborosan-pemborosan pengeluaran. Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan
dengan 4 cara, yaitu:
- Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan;
- Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable variances)
- Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tak dapat dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varians;
- Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.
3.
Anggaran
Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk
menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Anggaran dapat
digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan
ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
4.
Anggaran
Sebagai Alat Politik (Political Tool)
Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk
komitmen eksekutif dan kesepakatan legislative atas penggunaan dana publik
untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu pembuatan anggaran publik
membutuhkan political skill,coalition building, keahlian bernegosiasi, dan
pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik.
5. Anggaran
Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication Tool)
Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam
pemerintahan. Anggaran publik yang disusun dengan baik mampu mendeteksi
inkonsistensi suatu unir kerja dan juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar
unit kerja dalam lingkungan eksekutif.
6. Anggaran
Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement Tool)
Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif ) kepada
pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan
pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran.
7. Anggaran
Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)
Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging
but attainable atau demanding but achieveable. Maksudnya adalah target anggaran
hendaknya jangan terlalu tinggi hingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan
terlalu rendah hingga terlalu mudah dicapai.
8. Anggaran
Sebagai Alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Public Share)
Sebagai alat untuk menciptakan ruang publik,
anggaran sector publik merupakan wadah untuk menampung aspirasi dari kelompok
masyarakat, baik kelompok masyarakat yang terorganisir maupun yang tidak
terorganisir.
C. PENGARUH DAN TUJUAN ANGGARAN
Selama lebih lima
puluh tahun terakhir, perkembangan ideologi dalam proses Penganggaran dapat
dikatakan alami.Anggaran di pengaruhi
berbagai system politik, teori ekonomi, pendekatan manejemen,akuntansi ,
dan administrasi publik. Tabel berikut
ini akan memberikan gambaran tentang posisi dan dampak pengaruh berbagai sistem
terhadap anggaran sektor publik :
Aspek
Anggaran
|
Disiplin
|
Area
Pembahasan
|
Pengendalian
akuntabilitas
|
Administrasi Publik
|
Deskripsi pekerjaan
administrasi pada tahap siklus anggaran: di Dapertemen Keuangan dan BPK.
|
Politik
|
Hubungan
antarlegislatif dan pemerintah, proses politik dalam menentukan alokasi
sumber daya, dan konflik.
|
|
Akuntansi
|
Audit efisiensi,
akuntansi manajemen.
|
|
Pengendalian
Efisiensi
|
Ekonomi
|
Efisiensi dalam
alokasi, fungsi produksi, dan distribusi.
|
Akuntansi
|
Pengukuran biaya.
|
|
Administrasi Publik
|
Aspek normatif
dalam system manajemen modern, sentralisasi, dan desentralisasi.
|
|
Politik
|
Batasan organisasi
pemerintah, batasan pengeluaran, privatisasi.
|
|
Pengendalian
ekonomi
|
Ekonomi
|
Pendekatan
kebijakan fiscal, kerangka ekonomi dalam anggaran tahunan, pajak dan
pengeluaran, serta distribusi.
|
Anggaran sektor publik selalu dikaitkan
dengan akuntabilitas legislatif. Konflik penetuan dan pengumutan pajak sangat
berpengaruh terhadap kapabilitas legislatif untuk mengendalikan pengeluaran.
Pada praktiknya, pihak legislative akan meminta daftar tahunan tentang
pengeluaran dan pendapatan sekaligus dengan tujuan aktivitasnya. Jadi, karakter
anggaran adalah keseragaman, keseluruhan transaksi pemerintahan, keteraturan
penyerahan rancangan anggaran per tahunannya, akurasi, dan prakiraan pendapatan
serta pengeluaran yang didasari oleh persetujuan/konsesus dan terpublikasi.
Proses penyusunan maupun pengesahan anggaran dapat dipublikasikan ke
masyarakat. Terkait dengan hal tersebut di atas, tujuan anggaran dapat dirumuskan sebagai alat akuntabilitas, alat
manajemen, dan instrument kebijakan ekonomi. Proses akhir penyusunan anggaran
merupakan hasil persetujuan politik, termasuk item pengeluaran harus disetujui
para legislator. Dalam hal ini, pihak unit kerja pemerintah merupakan pelaksana
pengelolaan dana dan program.
D.
KARAKTERISTIK
ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan nonkeuangan.
2. Anggaran
umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.
3. Anggaran
berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan.
4. Usulan
anggaran telah disetujui oleh pihak yang
berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran.
5. Sekali
disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.
KARAKTERISTIK ANGGARAN YANG BAIK :
·
Berdasarkan program.
·
Berdasarkan pusat pertanggung jawaban ( pusat
biaya, pusat laba, dan pusat investasi.
·
Sebagai alat perencanaan dan pengendalaian.
E. JENIS-JENIS ANGGARAN
Sistem penganggaran telah
berkembang sesuai dengan pencapaian kualitas yang semakin tinggi. Berikut ini
jenis-jenis anggaran:
1) Line ltem Budgeting
Line Item Budgeting adalah penyusunan
anggaran yang didasarkan pada dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan)
dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini
relative dianggap paling tua dan banyak mengandung kelemahan atau sering pula
disebut ‘traditional budgeting’.
Walaupun tak dapat disangkal, ‘line-item
budgeting’ sangat populer penggunaannya karena dianggap mudah untuk
dilaksanakan (Wildavsky, 2000).
'Line-item budgeting' mempunyai sejumlah karakteristik penting,
di mana tujuan utamanya adalah untuk melakukarn kontrol keuangan, dan sangat
berorientasi pada input organisasi, penetapannya melalui pendekatan 'incremental' (kenaikan bertahap) (Jones
dan Pendlebury, 1988) dan tidak jarang dalam prakteknya memakai ‘kemampuan
menghabiskan atau menyerap anggaran' sebagai salah satu indikator penting untuk
mengukur keberhasilan organisasi.
Dalam
pelaksanaannya, karakteristik seperti di atas mengandung banyak kelemahan. Dalam
rezim pemerintahan yang sarat dengan KKN, karakteristik yang berkaitan dengan tujuan
untuk melakukan kontrol keuangan seringkali dilaksanakan hanya sebatas pada aspek
administratifnya saja. Hal ini mungkin untuk diiakukan karena karakter lainnya sangat
berorientasi pada input organisasi. Dengan demikian, sistem anggaran tidak memberikan
informasi tentang kinerja. Akibatnya, pengendalian kinerja menjadi sulit.
Kelemahan lainnya
terkait dengan karakteristik penetapan anggaran dengan pendekatan incremental, yaitu menetapkan rencana
anggaran dengan cara menaikkan jumlah tertentu pada jumlah anggaran yang lalu
atau sedang berjalan. Melalui pendekatan ini, analisis yang mendalam tentang
tingkat keberhasilan setiap program tidak dilakukan. Akibatnya, tidak
tersedianya informasi yang logis dan rasional tentang rencana alokasi anggaran
tahun yang akan datang. Siapa atau unit mana mendapat berapa seringkali didasarkan
pada catatan sejarah semata dan tidak berorientasi pada tujuan organisasi. Kelemahan
lainnya terkait dengan penggunaan 'kemampuan menghabiskan anggaran’ sebagai
indikator keberhasilan. Apa yang sering terjadi dalam prakteknya adalah
perilaku birokrat yang selalu berusaha untuk menghabiskan anggaran tanpa
terkait dengan hasil dan kualitasnya. Keadaan ini semakin buruk jika dikaitkan
dengan karakter birokrat yang menurut Niskanen cenderung bersifat 'budget maximizer'(Dunleary', 1991).
Akibat dari
berbagai kelemahan di atas maka masalah besar yang dihadapi oleh sistem 'line-item budgeting' adalah 'effectiveness problem', 'efficiency problem' dan 'accountability Problem’. Jika sistemnya
sudah transparan, maka informasi yang dapat diterima oleh masyarakat tidak
terlalu penting, karena hanya berkaitan dengan input organisasi.
Sistem
penganggaran line-item disajikan dalam tabel berikut :
Karakterisik
|
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1.
Titik berat perhatian pada segi pelaksanaan
dan pengawasan
2.
Penekanan hanya pada segi administrasi.
|
1.
Relatif mudah menelusurnya.
2.
Mengamankan komitmen diantara partisispan
sehingga dapat mengurangi konflik.
|
1.
Perhatian terhadap laporan pelaksanaan
anggaran penerimaan dan pengeluaran sangat sedikit.
2.
Diabaikanya pencapaian prestasi realisasi
penerimaan dan pengeluaran yang di anggarakan.
3.
Para penyusun anggaran tidaak memiliki alasan
rasional dalam mnerapkan target penerimaan dan pengeluaran.
|
Sistem penganggaran line item Budgeting
dilihat dari format susunan dan program anggaran tahunan yang dipersiapkan,
menitikberatkan pada sumber pendapatan (pendapatan Asli daerah yang meliputi
pendapatan pajak daerah , restribusi daerah, bagian laba BUMD ,dan lain-lain)
dan pengeluaran ( Belanja rutin yang meliputi belanja pegawai , belanja barang,
belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan lain-lain).
Contoh penerapan system penganggaran line
item budgeting tersebut diterapkan oleh semua pemerintah daerah di Indonesia
berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang pengurusan
pertanggung jawaban dan pengawasan keungan daerah.
2) Incremental Budgeting
Incremental Budgeting adalah system anggaran belanja dan
pendapatan yang memungkinkan revisi selama tahun berjalan ,sekaligus sebagai
dasar penentuan usulan angaran periode tahun yang akan datang.
Angka di pos pengeluaran merupakan
perubahan ( kenaikan ) dari angka periode sebelumnya. Permasalahan yang
harus diputuskan bersama adalah metode kenaikan/penurunan (incremental) dari angka anggaran tahun sebelumnya. Logika system
anggaran ini adalah bahwa seluruh kegiatan yang dilaksanakan merupakan
kelanjutan kegiatan dari tahun sebelumnya.
System penganggaran Incremental Budgeting
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1. Mengatasi rumitnya proses penyusunan
anggaran.
2. Tidak memerlukan pengetahuan yang terlalu
rumit untuk memahami program-program baru.
3. Dapat mengurangi konflik
|
Sama seperti halnya dengan
sisitem anggaran line-item:
1.
Perhatian terhadap laporan pelaksanaan
anggaran penerimaan dan pengeluaran sangat sedikit.
2.
Diabaikanya pencapaian prestasi realisasi
penerimaan dan pengeluaran yang di anggarakan.
3.
Para penyusun anggaran tidaak memiliki alasan
rasional dalam mnerapkan target penerimaan dan pengeluaran.
|
Penerapan prinsip ‘’ anggaran berimbang dan
dinamis’’ merupakan salah satu bentuk contoh penerapan system ’incremental
budget system’.
3) Planning Programming Budgeting System
Planing
Programming Budgeting System adalah suatu proses perencanan, pembuatan
program, dan penganggaran yang terkait dalam suatu system sebagai kesatuan yang
bulat dan tidak terpisah-pisah, dan di dalamnya terkandung identifikasi tujuan
organisasi atas permasalahan yang mungkin tibul. Proses pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengawasan terhadap semua kegiatan sangat diperlukan selain
pertimbangan atas implikasi keputusan terhadap berbagai kegiatan di masa yang
akan datang. Pada hakikatnya, berbagai jenis anggaran yang muncul belakangan
berkarakter lebih rasional di bandingkan dengan ‘line-item budgeting’. PPBS berusaha merasionalkan proses pembuatan
anggaran dengan cara menjabarkan rencana jangka panjang ke dalam
program-program, sub-sub program, serta berbagai proyek. Oleh karena itu, PPBS
dikenal sebagai ‘program budgeting’. Adapun pemelihan berbagai alternatif proyek
yang ada dilakukan melalui ‘ cost and
benefit analysis’. PPBS dianggap terlalu rasional dan tentu saja terlalu
mahal, sehingga sulit dilaksanakan.
System penganggaran Planing Programming Budgeting System
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1. Menggambarkan tujuan organisasi yang lebih
nyata dan menbantu pimpinana dalam membuat keputusan yang menyangkut usaha
pencapaian tujuan.
2. Menghindarkan adanya pertentangan dan overlaping program serta mewujudkan
sinkronisasi dan integrasi aparat organisasi dalam proses perencanaan
3. Alokasi sumber daya yang efisien dan
efektif berdasarkan analisis manfaat dan biaya untuk mencapai tujuan
|
1. Merupakan proses multi kompleks dan
memerlukan banyak perhitungan dan analisis.
2. Memerlukan pengelolah yang ahli dan
memiliki kualitas yang tinggi.
3. Terlalu kompleks, baik secara teknis maupun
praktis.
|
Konsepsi pokok PPBS adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan
: Menjadi pengarah pada hasil yang akan diperoleh ataupun pelayanan dan
jasa-jasa yang akan diberikan.
2.
Cara
alternative : Menyajikan pilihan dari serangkaian cara ataupun tindakan.
3.
Hasil
guna : Berkaitan dengan pengukuran atas tingkat keberhasilan tindakan dalam
rangka pencapaian tujuan.
4.
Dimensi
waktu : Memperkirakan perspektif secara tahunan dalam mempertimbangkan akibat
dari tuntutan yang diproyeksikan pada masa mendatang.
5.
Prioritas
: Berkaitan dengan penentuan tindakan yang diutamakan akan diambil kriteria
pilihan tertentu.
6.
Pengendalian/pengawasan
: Pengendalian/pengawasan ketatalaksanaan yang terintegrasi berkaitan dengan
sisitem pelaporan dan aliran balik informasi.
7.
Dayaguna:
Berkaitan dengan pengukuran atas tingkat hasil pencapian tujuan, jika tujuan
dan tindakan itu dapat dinyatakan dan dinilai secara kuantitatif.
Contoh
penerapan Planing Programming
Budgeting System : program jasa
social pada anak-anak dan keluarga cacat jasmani,perawatan orang tua ,cacat
mental, dan sebagainya. Program ini dijabarkan dalam anggaran, sehingga dapat
diberikan informasi mengenai pemasukan dan pengeluaran setiap program
masing-masing unit kerja .
4) Zero Based Budgeting (ZBB)
Lahirnya ZBB merupakan jawaban atas
rasionalisasi proses pembuatan anggaran. Dalam system ZBB , muncul apa yang
disebut sebagai ‘decision units’ yang menghasilkan berbagai paket alternative
anggaran yang dibuat, sebagai motifasi bagi anggaran pemerintah yang lebih
responsive terhadap kebutuhan masyarakat dan terhadap fluktuasi jumlah
anggaran. Dalam praktiknya, ZBB membutuhkan banyak sekali ‘paper work’, data , serta menuntutpenerapan system manajemen yang
cukup canggih. Hal ini dianggap sebagai hambatan upaya penerapan ZBB.
Zero Based Budgeting merupakan system anggaran yang didasarkan
pada perkiraan kegiatan, bukan pada apa yang telah dilakukan di masa lalu.
Setiap kegiatan akan dievaluasi secara terpisah. Ini berarti berbagai program
dikembangkan dalam visi tahun yang bersangkutan. Tiga langkah penyusunan ZBB
adalah :
1.
Identifikasi
unit keputusan.
Struktur organsasi pada dasarnya terdiri dari
pusat-pusat pertanggungjawaban. Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit
pembuat keputusan yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based Budgeting merupakan system
anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan
pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit
keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan
suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas,
dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas, subdinas dipecah lagi
menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah
bisa memiliki ribuan unit keputusan.
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit
keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan dokomen yang berisi
tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan.
2.
Membangun
paket keputusan.
Paket
keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas
organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan
dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara
detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian
tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan
untuk mengindentifikasi berbagai alternative kegiatan untuk melaksanakan fungsi
unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap
alternative.
3.
Mereview
peringkat paket keputusan.
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap
berikutnya adalah merenking semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap
organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber
daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan
lainnya baru sama sekali.
Keunggulan
ZBB
- Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
- ZBB berfokus pada value for money
- Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
- Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
- Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
- Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
Kelemahan
ZBB
- Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
- ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
- Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
- Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
- Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.
- Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran.
- Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi
Contoh penerapan Zero Based Budgeting : prosedur penganggaran diorientasikan dalam
pencapaian tujuan organisasi. Oleh sebab itu , penentuan tujuan menurut ZBB
dapat dilakukan dalam tahapan berikut :
1.
Identifikasi
unit keputusan-seluruh kegiatan organisasi pemerintah dilakukan diberbagai unit
kerja.
2.
Mengembangkan
paket keputusan.
Ada 2 jenis paket keputusan, yaitu :
a.
Paket
kepetusan mutually exclusive. Paket keputusan ini dimaksukan untuk
mengidentifikasi beberapa alternative yang sesuai dengan fungsi manajemen.
b.
Paket
keputusan incremental. Paket
keputusan ini mengidentifikasi jenis kegiatan, biaya, serta dampak kegiatan
fungsi manajemen.
Contoh Format Paket Keputusan
|
Nama paket : Ranking:
Depertemen : Manager:
Kegiatan:
Pernyataan
Pendahuluan :
Gambaran Kegiatan:
Hasil Kegiatan:
Sumber
yang Dibutuhkan
Konsekuensi
Tidak Menyetujui Paket:
Paket
incremental:
Tingkat
Berbeda dari Usaha (dan Biaya):
Paket
Saling Menguntungkan :
Jalan
Berbeda untuk Menampilkan Fungsi yang Sama
|
5) Performance Budgeting.
Sebenarnya ‘Performance Budgeting’ diperkenalkan pertama kali di Amerika Serikat
pada tahun 1949, tetapi praktiknya mengalami kegagalan (Schiavo-Campo dan
Tommasi, 1999). Namun, pada reformasi anggaran tahun 1990an, beberapa
karakteristik penting dari ‘‘Performance
Budgeting’ dianggap sangat
bermanfaat dan kemudian dikembangkan bersama dengan konteks reformasi
administrasi publik.
Performance
Budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja ) adalah penganggaran yang
berorientasi pada ‘ output’ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan
visi,misi, dan rencana strategis organisasi. Performance Budgeting mengalokasikan sumberdaya pada program, bukan
pada unit organisasi semata dan memakai ‘output
measurement’ sebagai indikator kinerja organisasi. Lebih jauh, pengkaitan
biaya dengan ‘output’ organisasi merupakan bagian integral dalam berkas
anggarannya. Atau dengan kata lain, ‘Performance
Budgeting’ adalah teknik penyusunan
anggaran berdasarkan pertimbangan beban kerja (work load) dan unit cost dari
setiap kegiatan yang terstruktur. Struktur disini diawali dengan pencapaian
tujuan, program, dan didasari oleh pemikiran bahwa penganggaran digunakan
sebagai alat manajemen. Penyusunan anggaran menjamin tingkat keberhasilan
program baik di sisi eksekutif maupun legislatif. Oleh karena itu, anggaran
dianggap sebagai pencerminan program kerja.
Dengan demikian, jika diambil contoh
pendidikan dasar, maka yang dibiayai bukanlah sekedar pengeluaran untuk gaji
guru, biaya pembangunan sekolah dasar beserta perpustakaannya dan biaya pembangunan
laboratorium. Hal-hal tersebut berkaitan dengan ‘input’ pendidikan dasar. Tidak
diketahui apa yang ingin dicapai dari anggaran tersebut. Dalam ‘Performance Budgeting’ , orientasi
pembiayaan adalah ‘output’ yang ingin dicapai. Dengan demikian, yang seharusnya
dianggarkan adalah berapa banyak murid sekolah dasar yang akan terdidik pada
satu tahun anggaran ? berapa persentase kelulusan murid SD yang ditargetkan?
Berapa tinggi nilai rata-rata raport dan NEM murid SD tersebut? Dan seterusnya.
Jika yang diselenggarakan adalah diklat, maka tidak sekedar berapa biaya dan
penyelenggaran diklat, tetapi berapa orang berhasil mengikuti diklat dan
bagaimana kualitas mereka setelah kembali ke pekerjaan masing-masing.
Tujuan
dan penetapan ‘output measurement’ yang
dikaitkan dengan biaya adalah untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektifitas.
Hal ini sekaligus merupakan alat untuk menjalankan prinsip akuntabilitas,
karena yang diterima oleh masyarakat pada akhirnya adalah ‘output’ dari suatu
proses kegiatan birokrasi ukuran-ukuran kinerja dari system anggaran yang
berorientasi pada kinerja berguna pula bagi lembaga perwakilan rakyat (DPR dan
DPRD) pada saat menjaankan fungsi pembentukan kebijakan, fungsi penerapan
anggaran, dan fungsi pelaksanaan pengawasan. Di pihak eksklusif managemen
puncak bertugas untuk melakukan pengendalian manajemen dan pengendalian
kualitas, serta dapat digunakan untuk system intensif pegawai. Pada akhirnya,
bagi masyarakat, kejelasan tentang kinerja dan akuntabilitas pemerintah sangat
dibutuhkan.
Performance Budgeting membutuhkan suatu system administrasi publik
yang modern. Performance Budgeting juga
berkaitan erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi. Hal inilah
yang menjadi acuan utama, sehingga perlu dirinci untuk menghasilkan program,
subprogram, serta proyek yang relevan dengan tujuan jangka panjang.
Dalam
membangun ‘performance budgeting’, elemen-elemen
strategi dan elemen-elemen praktis perlu diperhatikan. Elemen-elemen strategis
terdiri dari misi dan sasaran. Sementara elemen-elemen praktis terdiri dari
program, aktivitas, target aktivitas.
Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada program dan
bukan pada unit organisasi. Keuntungan yang didapat dengan mengalokasian sumber
daya dalam program untuk mudah mengetahui kinerja setiap peogram.
Performance budgeting juga menghadapi kendala. Kendala yang banyak
dijumpai dimanapun di dunia yaitu penetapan ‘output
measurement’ pada sektor publik tidaklah mudah. Hal ini semakin terasa pada
sejumlah dapertemen atau dinas Pemerintah Daerah yang brkaitan dengan hal-hal
yang bersifat abstrak.
Sebagai
contoh, Pada tingkat pemerintah pusat tidak mudah untuk mengukur kinerja
Dapertemen Luar Negeri. Umtuk tingkat Pemerintah Daerah tidak mudah untuk
mengukur kinerja dinas pertamanan dan dinas social. Kendala yang lebih sulit
adalah keberadaan dari system administrasi public yang modern sebagai “paying”
dari keberadaan penerapan performance
budgeting. Contoh penerapan system performance
budgeting yaitu format laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN/APBN).
System Penganggaran ‘Performance Budgeting’
Ciri-ciri Pokok
|
Keunggulan
|
Kelemahan
|
1.
Secara
umum system ini mengandung tiga unsur pokok, yaitu: Pengeluaran pemerintah
diklasifikasikan menurut program dan kegiatan, Performace Measurement (Pengukuran hasil kerja) dan Program Reporting (Pelaporan Program).
2.
Titik
perhatian lebih ditekankan pada pengukuran hasil kerja, bukan pada
pengawasan.
3.
Setiap
kegiatan harus dilihat dari sisi efisiensi dan memaksimumkan output.
4.
Bertujuan
untuk menghasilkan informasi biaya danhasil kerja yang dapat digunakan untuk
penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.
|
1. Memungknkan pendelegasian wewenang dalam
pengambilan keputusan.
2. Merangsang partisipasi dan motivasi unit
kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat factual.
3. Mambantu fungsi perencanaan dan
mempertajam pembuatan keputusan.
4. Memungkinkan alokasi dana secara optimal
dengan didasarkan efisiensi unit kerja
5. Menghindarkan pemborosan.
|
1.
Tidak
semua kegiatan dapat distandarisasikan.
2.
Tidak
semua hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.
3.
Tidak
jelas mengenai siapa pengambil keputusan dan siapa yang menanggung beban atas
keputusan.
|
6) Medium Term Budgeting Framework (MTBF)
Medium Term Budgeting Framework (MTBF)
adalah sesuatu kerangka strategi kebijakan pemerintah tentang anggaran belanja
untuk dapertemen dan lembaga pemerintah non dapertemen.
Kerangka ini memberikan
tanggung jawab yang lebih besar kepada dapertemen untuk penetapan alokasi dan
penggunaan sumber dana pembangunan. Keberhasilan suatu MTBF tergantung pada
mekanisme pengambilan keputusan anggaran secara agregat yang didasarkan pada
skala pioritas. Dalam mekanisme MTBF, komponen anggaran yang ditetapkan (top-down) , perkirakan anggaran biaya
yang diusulkan (bottom-up), dan
penyesuaian perkiraan anggaran biaya, disesuaikan menurut sumber daya yang ada.
Tingkat kesiapan membangun MTBF
tergantung pada kondisi keuangan Negara. Ketidakstabilan kebijakan fiscal akan
menyebabkan tidak tepatnya alokasi sumber daya untuk berbagai program atau
proyek. Selain itu, ketidakterpaduan kebijakan perencanaan, penganggaran, dan
pelaksanaannya akan mengakibatkan kesulitan pengalokasian dana, seperti yang
terjadi di Indonesia.
Di Indonesia, pengalokasian dana masih
merupakan hal yang didominasi aspek politik. Apabila ada pengeluaran tertentu
yang bersifat unsustainable (seperti
gaji dan upah, uang pension, dan pembayaran bunga), maka diperlukan waktu lebih
lama untuk menghasilkan MTBF yang lebih terpercaya. Kondisi semacam ini harus
dihadapi, sehingga perubahan struktur pengeluaran anggaran perlu dilakukan.
Tujuan dari MTBF ,yaitu:
1.
Keseimbangan
makroekonomi dengan mengembangkan konsistensi dan kerangka kerja sumber daya
secara realistis
2.
Alokasi
penggunaan sumber daya untuk prioritas strategi antar sector dan dalam sector.
Sasaran dari MTBF ,yaitu:
1.
Menciptakan
keseimbangan ekonomi makro dengan cara mengembangkan kerangka sumber daya yang
konsisten dan realistis
2.
Meningkatkan
alokasi sumber daya melalui strategi prioritas lintas sektoral
3.
Meningkatkan
kemampuan untuk memprakirakan kebijakan pembiayaan, sehingga dapertemen dapat
lebih awal merencanakan program yang berkelanjutan
4.
Memberikan
anggaran yang ketat terkait kewenangan unit kerja dalam menggunakan sumber daya
secara efektif dan efisien.
Tahap-tahap penyusunan MTBF :
Tahap
1:
|
Pertama,
disusun kerangka kerja makroekonomi yang akan digunakan untuk membuat
proyeksi penerimaan dan pengeluaran, terutama penyusunan analisis dan model
ekonomi makro. Kegiatan ini memberikan informasi tentang format anggaran
untuk pengambilan keputusan. Pada tahap ini, keterkaitan antara proyeksi
ekonomi dengan sasaran keuangan Negara, serta persyaratan untuk membangun dan
menggunakan model diperhatikan.
|
Tahap
2:
|
Tahap
ini dapat dilaksanakan secara pararel dengan tahap pertama. Proses kaji ulang
sektor juga dilakukan. Proses ini terdiri dari tiga tahap:
1. Persetujuan atas sasaran, objek, dan
kegiatan.
2. Mengkaji ulang program dan
subprogram yang disepakati.
3. Penganggaran program yang disetujui.
|
Tahap
3:
|
Tahap
ini mencakup serangkaian dengar pendapat antara Dapertemen Keuangan/Bappenas
dengan dapertemen sektoral mengenai hasil pengkaji ulang sektoral.
|
Tahap
4:
|
Dengan
adanya kerangka kerja makroekonomi dan hasil kaji ulang sector, kerangka
kerja anggaran pengeluaran dapat dirancang. Kerangka ini memungkinkan
negosiasi lintas dan di dalam sektoral untuk keputusan pendanaan yang menjadi
dasar penetapan ceiling pengeluaran
sector pada tahun anggaran berikutnya dan dua tahun mendatang.
|
Tahap
5:
|
Tahap
ini merupakan tahap penting dalam proses penyusunan MTBF. Di tahap ini,
keputusan cabinet atau setara menetapkan alokasi sumber daya sektoral jangka
menengah atas dasar ketersediaan dan prioritas lintas sektoral. Ini
dilaksanakan dengan menetapkan budget
ceiling untuk tiga tahun ke depan. Apabila pelaksanaam kebijakan dan
sumber daya semakin tidak seimbang, maka resources
envelope dalam tahun anggaran mendatang harus dikembangkan.
|
Tahap
6:
|
Pada
tahap ini, unit kerja merevisi prakiraan anggaran didalam rentang ceiling yang disetujui.
|
Tahap
7:
|
Prakiraan
anggaran dapertemen telah direvisi oleh Dapertemen Keuangan, dan
dipresentasikan di depan Kabinet atau setara. Selanjutnya, DPR perlu
memberikan persetujuan.
|
System penganggaran MTBF:
Keunggulan MTBF
|
Kelemahan MTBF
|
Banyak
peluang yang tidak bisa dipergunakan, karena pendekatan yang menyeluruh. Di
dalam pendekatan sektoral, kebijakan penggunaan sumber daya secara sektoral
dapat dilakukan dalam konteks perencanaan, serta alokasi sumber daya dan
system anggaran secara keseluruhan. Akibatnya, pendekatan MTBF yang lebih
bersifat sektoral akan menyeimbangkan pelaksanaan kebijakan dan sumber daya
di level sector dan lintas sectoral. Sehingga berbagai peluang dapat
dimanfaatkan oleh agen di sector terkait.
|
Pendekatan
MTBF tergantung pada kondisi suatu Negara. Kebijakan fiscal yang tidak stabil
dan kondisi social-politik merupakan contoh yang melemahkan penerapan MTBF.
|
Contoh penerapan MTBF dapat terlihat dari format
penyusunan Rancangan Anggaran Jangka Menengah dalam tabel berikut:
Format Penyusunan Rancangan Anggaran Jangka Menengah
|
|||
Uraian
|
2001
|
2002
|
2003
|
Persen PDB
|
|||
Penerimaan
Negara dan Hibah
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak
Pengeluaran
Negara
1.
Angaran
Belanja Pemerintah Pusat
2.
Dana
Perimbangan
Surplus/Defisit
Pembiayaan
1. Dalam Negeri
2. Luar Negeri (net)
|
17,3
12,3
4,9
21,0
15,6
5,3
-3,7
3,7
2,3
1,4
|
17,9
13,6
4,3
20,1
14,1
6,0
-2,2
2,2
2,6
-0,4
|
18,6
14,8
3,8
19,2
13,0
6,2
-0,7
0,7
1,3
-0,6
|
Perkiraan anggaranbeberapa tahun ke
depan merupakan karakter utama MTBF. Dengan pelaksanaan rolling budget, penyusunan perkiraan jumlah dan komposisi anggaran
pengeluaran untuk beberapa tahun ke depan dapat dilakukan. Prakiraan ini
disesuaikan secara regular dengan factor inflasi. Perubahan prakiraan juga
diperbolehkan selama searah dengan
perubahan kebijakan pemerintah.
Dalam MTBF, dapertemen keuangan
melakukan negosiasi dengan dapertemen teknis dalam menyusun perkiraan anggaran
yang sedang berjalan mauppun yang akan datang. Dapertemen keuangan bertanggung
jawab untuk memperbaharui prakiraan secara regular, terutama perubahan
parameter ekonomi dan kebijakan pemerintah. Tanggung jawab semacam ini terdapat
pada system dapertemen teknis. Akibat penerapan MTBF, dapertemen keuangan hanya
akan mengacu pada anggaran tahun pertama dalam mengevaluasi permintaan
perubahan anggaran dapertemen teknis.
F. PRINSIP ANGGARAN
Secara
tradisional, prinsip penganggaran yang sangat terkenal adalah apa yang dikenal dengan
'The three Es’ ,yaitu Ekonomis,
Efisien, dan Efektif (Jones dan Pendlebury, 19BB). Jones menjelaskan bahwa
ekonomis hanya berkaitan dengan input, efektivitas hanya berkaitan dengan
output, sedangkan efisiensi adalah kaitan antara output dengan input. Dengan
demikian, prinsip penganggaran di atas terlihat sangat terkait dengan prinsip akuntansi
sektor publik (public sector accounting).
Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip penganggaran
sangatlah dinamis. Munculnya konsep 'good
governance' sangat menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi
(Agere, 2000).
Dalam bukunya Introducing Public Administration, Shafritz
dan Russell, mengungkapkan bahwa sejumlah prinsip system penganggaran sudah
mengacu pada perkembangan terakhir dalam masyarakat, yaitu (Shafritz dan
Russell, 1997):
1.
Prinsip
pertama, demokratis , mengandung
makna bahwa anggaran Negara (di pemerintah Pusat maupun pemerintah Daerah),
baik yang berkaitan dengan pendapatan maupun yang berkaitan dengan pengeluaran,
harus ditetapkan melalui suatu proses yang mengikutsertakan sebanyak mungkin
unsur masyarakat, selain harus dibahas dan mendapatkan persetujuan dari lembaga
perwakilan rakyat.
2.
Prinsip
kedua, adil, berarti bahwa anggaran
Negara haruslah diarahkan secara optimum bagi kepentingan orang banyak dan
secara proposional, dialokasikan bagi semua kelompok dalam masyarakat sesuai
dengan kebutuhannya.
3.
Prinsip
ketiga, transparan, yaitu proses
perencanaan, pelaksanaan, serta pertanggung jawaban anggaran Negara harus
diketahui tidak saja oleh wakil rakyat, tetapi juga oleh masyarakat umum.
4.
Prinsip
keempat, bermoral tinggi, berarti bahwa
pengelolaan anggaran Negara harus berpegang pada peraturan perundangan yang
berlaku, dan juga senantiasa mengacu pada etika dan moral yang tinggi.
5.
Prinsip
kelima, berhati-hati, berati bahwa
pengelolaan anggaran Negara harus dilakukan secara berhati-hati, karena jumlah
sumber daya yang terbatas dan mahal harganya. Hal ini semakin terasa penting
jika dikaitkan dengan unsur hutang Negara.
6.
Prinsip
keenam, akuntabel, berarti bahwa
pengelolaan keuangan Negara haruslah dapat dipertanggungjawabkan setiap saat secara
intern maupun ekstern kepada rakyat.
Selain keenam
prinsip di atas, seperti yang telah dikemukakan, secara fundamental terdapat
prinsip ‘the 3Es’, yaitu bahwa pengelalaan anggaran Negara harusalah
senantiasa mencapai tingkat efisiensi, efektivitas, serta ekonomis yang
relative tinggi.
Pada dasarnya,
keseluruhan prinsip-prinsip di atas harus dapat diakomodasi secara utuh dalam
system penganggaran. Namun, sesuai perkembangan jamannya, system penganggaran
harus mampu mengakomodasi dinamika prinsip-prinsip tersebut.
G. PENDEKATAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1. Pendekatan fungsional
Kerangka pikir Systems
of National Accounts telah merekomendasi pandangan pembatasan karakter
anggaran sebagai berikut:
1.
Kemandirian penyelenggaraan fungsi pemerintahan
2.
Diawali dengan batasan kemampuan pemerintah
menanggung pengeluaran kesejahteraan masyarakat. Apabila seluruhnya, pemerintah
memegang kendali penuh. Apabila sebagian, pemerintah bekerja dalam mekanisme
kolaborasi. Kondisi akan berpengaruh terhadap proses penyusunan anggaran dari
berbagai kepentingan formal, kepentingan hokum, dan kepentingan legislatif.
Kepentingan
formal merupakan refleksi anggaran sebagai produk dari entitas yang mandiri.
Ini berarti anggaran disusun melalui proses internal organisasi. Kepentingan
hukum merupakan pemberi makna solid bagi anggaran entitas tertentu. Sebagai
produk hukum, kepatuhan dalam pelaksanaan anggaran dapat dijamin. Berbagai
pertimbangan seperti kepentingan internasional, sumber daya alam, dan
lingkungan Perlu diakomodasi oleh pemerintahan. Melalui proses negosiasi,
keputusan legislatif akan menjadi produk hukum yang diterima umum baik secara
psikologi-motivasi maupun moral. Dalam hal ini, proses penyusunan anggaran
harus dapat menjamin pelaksanaan fungsi anggaran: alokasi, stabilisasi, dan
distribusi. Ini berarti perspektif ekonomi tidak dapat dihilangkan begitu saja
dalam setiap Pengkajian anggatan sektor Publik.
Alokasi anggaran
dikatakan efektif apabila dapat menyeimbangkan berbagai permintaan di dalam
pemerintahan, baik dari organisasi sektor swasta dan sektor publik, dan
strategi pencapaian tujuan (visi) yang telah ditetapkan. Bobot pengukuran
prestasi penyusunan anggaran akan dikaitkan dengan bobot pendapatan dan
pengeluaran, formulasi kebijakan program, dan kapabilitas pendanaan yang telah
dijamin tersedia. Stabilisasi anggaran didasarkan atas akurasi perhitungan
dampak pelaksanaan, baik di sisi program dan ekonomi. Poin stabilisasi ini
terdiri dari akun-akun laporan keuangan, peramalan/asumsi ekonomi, dan
koordinasi moneter. Ini berarti anggaran sebenarnva tidak mentoleransi
ketidakakurasian asumsi, teknik, maupun survei.
Distribusi anggaran
selalu dikaitkan dengan agen-agen pengeluaran publik dan terlaksananya
pelayanan publik yang lebih baik. Berbagai pertanyaan dalam aspek ini adalah:
'bagaimana distribusi yang ideal antara sektor publik dan sektor swasta?', 'bagaimana
mencapai distribusi yang optimal antarberbagai permintaan unit kerja pemerintahan?'
dan 'apakah akan terjadi pertukaran antaralokasi dan distribusi, serta antara
stabilisasi dan distribusi?'. Permasalahan distribusi perlu dipecahkan agar
stabilisasi fiskal dapat tercipta. Selain itu, kepuasan distribusi anggaran
juga akan meningkatkan partisipasi dalam pencapaian tujuan organisasi itu
sendiri.
Dalam praktiknya,
penyatuan tiga fungsi di atas secara simultan sangatlah jarang. Kebijakan
anggaran merupakan proses penyesuaian yang ditujukan untuk mengoptimalkan berbagai
aktivitas lembaga dan, sekaligus, mengintegrasikan berbagai program. Proses
penyesuaian ini dapat dilakukan melalui evaluasi dan analisis keuangan secara
berurutan. Selain itu, kebijakan anggaran merupakan cara mempromosikan pertumbuhan.
Ini berarti bahwa penyusunan strategi tentang kebutuhan, arah, dan struktur
anggaran menjadi sangat penting dalam menentukan program pertumbuhan organisasi
dan masyarakat.
Semua kebijakan
ekonomi sektor publik selalu dihadapkan dengan berbagai variabel dinamis,
seperti pergerakan harga dan arah perekonomian. Ini berarti unsur
ketidakpastian tidak dapat dihilangkan, namun dapat diminimumkan oleh
kapabilitas manajemen keuangan unit kerja dan inisiatif unit pemegang otoritas.
Selain itu, pelaksanaan anggaran sangat dipengaruhi oleh penyelesaian konflik
dan terjadinya konsensus dari berbagai pihak dalam proses penyusunan anggaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesuksesan pelaksanaan anggaran ditentukan oleh 3
hal: pertama, kebijakan keuangan secara menyeluruh ditentukan oleh lembaga
setingkat departemen atau lembaga pelaksana tertinggi; kedua, kesuksesan
anggaran sangat ditentukan oleh dukungan politis berbagai lembaga; dan ketiga,
akurasi perencanaan, terutama penganggaran, dipengaruhi oleh teknik review
prakiraan anggaran.
Faktor Penentu Efektifnya
suatu Anggaran
|
||
Kebijakan
|
Kelebagaan
|
Anggaran
|
a.
Pendapatan
Tingkat Pengangguran dan Infansi
b.
Kebijakan Nilai tukar
c.
Kebijakan
Moneter
d.
Kebijakan
Fiskal
e.
Mobilisasi
Sumber Daya
f.
Tingkat
Pertumbuhan Pengeluaran
g.
Pengeluaran
Investasi
h.
Subsidi
i.
Defisit
Anggaran
|
a.
Konsultasi
dan Koordinasi antar unit kerja.
b.
Koordinasi
di dalam unit kerja
c.
Birokrasi
d.
Pertimbangan
Non Ekonomi
e.
Kapabilitas
administrasi
|
a. Teknik Perhitungan Prakiraan Pendapatan
dan Pengeluaran
b. Fleksibilitas dalam Fiskal
c. Tingkat Pengeluaran yang Diharapkan
d. Fasilitas dalam pemberlakuan tingkat pajak
e. Batasan proses angaran
f.
Waktu
g. Informasi
h. Manajemen keuangan
i.
Waktu
yang salah dalam melepaskan dana
j.
Biaya
yang terlalu besar
k. Kurangnya fleksibilitas dalam menggunakan
dana
l.
Hambatan
sumber daya manusia
|
Berikutnya, setelah proses penyusunan anggaran, pembahasan
akan dilanjutkan ke proses evaluasi dan analisis anggaran. Proses evaluasi
anggaran ditujukan untuk menguji konsistensi item pengeluaran dalam kerangka
pengeluaran secara menyeluruh.
Analisis Dampak Ekonomi Anggaran
|
||
No.
|
Kategori Anggaran
|
Dampak Permintaan secara menyeluruh
|
1
|
PENERIMAAN
Pendapatan pajak dan non pajak
|
Deflasi akan menyebabkan berkurangnya sisi permintaan
|
Hibah
|
Dampaknya netral ketika hibah ditunjukan ke pihak luar negeri
|
|
2
|
PENGELUARAN
a.
Pengeluaran langsung pada barang dan jasa dan
pembentukan modal
|
Pengeluaran pemerintah menambah permintaan keseluruhan dan melibatkan
klaim sumber daya
|
b.
Pembayaran transfer
|
Secara umum akan berdampak pada kas pendapatan rumah tangga
|
|
c.
Peminjaman bersih
|
Ekspansi akan menyebabkan peningkatan permintaan secara keseluruhan
|
|
3
|
DEFISIT (1-2)
|
|
4
|
DIBIAYAI OLEH HUTANG LUAR NEGERI
|
Secara umum akan berdampak ekspansi, tetapi menguntungkan dan
mempunyai dampak ke neraca pembayaran
|
5
|
HUTANG LUAR NEGERI
a.
Rumah tangga swasta
|
Akan terjadi pengurangan kekuatan pembelian
|
b.
Bank komersial
|
Tidak akan ada dampak ekspansi
|
|
c.
Bank sentral
|
Ekspansi akan berdampak pada sisi permintaan
|
Dari tabel di
atas, focus analisis anggaran adalah perhitungan surplus deficit. Apabila
terjadi surplus, proses distribusi akan menjadi permasalahan tambahan. Apabila
deficit, proses pembelanjaan akan menjadi pekerjaan tambahan. Dengan struktur
demikian, penyusunan anggaran lebih dikaitkan dengan proses aliran kas. Akibat
pendekatan surplus-defisit anggaran, focus manajemen anggaran lebih ditujukan
pada keseimbangan anggaran. Jadi, penilaian kinerja anggaran dapat digambarkan
dalam tabel berikut:
Keseimbangan Anggaran (balance budget)
|
|
Penerimaan
|
Pengeluaran
|
A.
Pendapatan (pajak dan non pajak)
B.
Pinjaman Bersih
|
C. Pengeluaran
saat ini
D. Akuisisi
aktiva keuangan dan aktiva riil selain kas
E. Peningkatan
atau penurunan uang kas
|
A + B = C + D + E
|
Berbagai variabel penerimaan
dan pengeluaran perlu dieksplorasi untuk menjaga keseimbangan anggaran. Di
bagian penerimaan, variabel vang harus diperhatikan adalah pe ndapatan dan
penerimaan kas serta pinjaman bersih. Sedangkan di bagian pengeluaran, variabel
yang harus dikendalikan adalah pengeluaran kas, akuisisi aktiva kas dan nonkas,
serta perubahan saldo kas. Keseimbangan ini dilakukan untuk stabilisasi
anggaran dan, akhirnya, ekonomi secara keseluruhan.
2.
Pendekatan Pengambilan Keputusan
Ditinjau dari aspek ekonomi penyusunan dan analisis anggaran, informasi
dan komunikasi haru disaring dalam besaran ekonomi yang diartikan sebagai wujud
dari kesejahteraan masyarakat. Dalam praktiknya, anggaran merupakan kumpulan
proses pengambilan keputusan terhadap kehidupan dan tujuan organisasi. Oleh
karena itu, pembahasan anggaran sebagai alat optimisasi perlu dikaji secara tersendiri.
Proses anggaran biasanya mempunyai standar prosedur. Pengambilan
keputusan itu sendiri merupakan proses gabungan dari elemen-elemen disiplin
ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan administrasi publik. Akibatnya, keputusan
anggaran merupakan suatu seni. Tarik ulur antara konsep dengan praktis dan
konteks anggaran dengan manajemen keuangan global dilakukan untuk mencapai
titik optimal. Relevansi teoritis dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan
anggaran, mekanisme kerja organisasi, dan tahapan pencapaian tujuan.
Pengambilan keputusan anggaran dapat dibedakan menjadi rasional dan penyesuaian/bertahap.
Perbedaan
dalam Pendekatan Pengambilan Keputusan
|
||
Perbedaan
|
Rasional
|
Penyesuaian/Bertahap
|
Kerterkaitan
|
Teori
ekonomi yang tradisional
|
Konsep
pluralis pemerintah yang demokratis
|
Tipe
pendekatan
|
Pendekatan
tujuan dan alternatif tujuan
|
Proses
penyesuaian antar individu dan kelompok yang mempunyai nilai ekonomi dan
tingkat kekuasaan yang berbeda
|
Kritik
|
Survey
alternatif tidak dimungkinkan. Keputusan akan mengurangi proses penyesuaian
dan ditentukan melalui proses politik.
|
Proses
negosiasi akan menjadi dasar pengambilan keputusan, dan kompromi tujuan
menjadi dasar penilaian prestasi
|
Pendekatan rasional didasari pada pemikiran ekonomi tradisional.
Sedangkan konsep pluralis pemerintah diterapkan ke arah pendekatan pemerintah
yang demokratis. Dalam praktiknya, kedua konsep ini dipadukan secara simultan.
Penyusunan anggaran biasanya didasarkan pada pendekatan rasional, dan
pelaksanaan/evaluasi anggaran dilakukan sesuai dengan pendekatan bertahap dan
kompromistis.
H. EVALUASI ANGGARAN
Kegunaan evaluasi
perkiraan pendapatan dan pengeluaran anggaran tahun berjalan adalah sebagai titik
awal untuk menentukan anggaran tahun yang akan datang. Di sini perubahan diharapkan
tidak terlalu banyak, karena perubahan yang terlalu banyak akan menunjukan
kelemahan fundamental proses penganggaran. Berbagai pertanyaan akan muncul, seperti
'apakah masih ada kebutuhan dasar yang diperlukan?' dan 'apakah angka di
anggaran masih terhitung wajar?'. Jadi dalam ploses evaluasi anggaran, fokus
penganggaran adalah margin atau perubahan yang pernah dilakukan di tahun lalu. Apabila
margin tersebut masih di bawah tahun lalu, maka kemungkinan usulan perubahan
anggaran akan disetujui. Apabila di atas margin tahun lalu, maka muncul pertanyaan
'apakah bisa ditunda ke anggaran tahun depan?' ini berarti proses evaluasi anggaran
memang diperlukan, bukan hanya untuk pemenuhan program mendesak yang muncul di
tahun berjalan, tetapi juga persiapan untuk penyusunan anggaran tahun depan.
Dalam praktiknya, evaluasi anggaran pada margin tahun lalu ternyata memfokuskan
pada proses evaluasi itu sendiri. Wildavsky (1974) menyatakan:
“Anggaran bisa seperti gunung
es yang berada jauh di bawah permukaan dan di luar jangkauan seseorang.
Beberapa hal dari anggaran adalah standar dan mudah ditentukan kembali setiap
tahun alasan tertentu untuk membantahnya”.
Penambahan anggaran sebagai hasil evaluasi harus tetap konsisten untuk
mengurangi konflik dan prinsip konservatisme (ketidakpastian). Kelebihan
alokasi anggaran tahunan seringkali terjadi. Demikian juga, kekurangan alokasi
anggaran sering juga dirasakan di berbagai sector. Akibatnya, diperlukan
tindakan konservatif yang berwawasan ke depan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Schultz (1968):
“karena kemampuan kita melihat
lebih jauh konsekuensi social dari program perubahan sangat terbatas, perubahan
kea rah yang objektif seharusnya berlangsung secara perlahan, reaksi yang keras
membuat kita keluar dari Negara. Kita membuat program dengan langkah berikutnya,
koreksi dan penyesuaian yang tidak pernah berhenti”.
Sumber:
Akuntansi sector public , indra bastian,SE.Akt.,M.B.A.,Ph.D
:penerbit erlangga : Jakarta: 2005